Film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck yang diproduksi tahun 2013 merupakan alih wahana dari buku karya Hamka dengan judul yang sama yaitu Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Meskipun sudah sebelas tahun yang lalu tapi saya tidak bosan menontonnya berulang-ulang. Kisahnya romantis, romantisme zaman dulu tentang kisah cinta dua anak manusia yang tidak bisa bersatu. Duh haru biru saya melihat film ini.
Ternyata yaa…tidak hanya soal kuliner yang masyhur dari Sumatera Barat dengan ibukota provinsi di Padang ini, namun juga banyak penulis yang berasal dari sana.
Merantau
Kota Makassar menjadi tempat Zainuddin lahir dan dibesarkan. Rasa rindu dan keinginan kuat untuk mengenal tempat asal sang ayah membuat tekadnya bulat hijrah ke kota Padang. Pergilah Zainuddin menempuh perjalanan panjang bepergian ke kota Padang dengan sedikit bekal uang gulden dari ibunya. Sang ibu berpesan agar Zainuddin pergi menemui kerabat ayahnya. Disanalah dia tinggal.
Cinta Pada Pandangan Pertama
Kisah cinta Zainuddin berawal dari pertemuannya dengan Hayati. Seorang gadis cantik putra ketua adat masyarakat Batipuh. Begitu jatuh hatinya pada Hayati dan cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta yang begitu santun dengan saling berkirim surat khas zaman dulu saat euforia gawai dan dunia internet belum melanda, saat kesopanan serta adat istiadat masih dijaga dengan teguhnya. Pertemuan demi pertemuan yang tetap menjaga adat ketimuran, jauh dari gaya berpacaran anak muda zaman sekarang yang serba permisif dalam segala hal.
Janji Suci
Akan tetapi, cinta hanyalah cinta. Sekuat apapun mereka menjaga, adat tak berpihak kepada dua sejoli tersebut. Tidak ada yang bisa mengalahkan adat istiadat masyarakat minang yang kuat menjunjung tinggi nilai agama dan tata kesopanan. Tidak ada celah meskipun sedikit untuk memberi ruang kepada mereka memadu kasih. Tidak ada…
Zainuddin pergi ke Padang Panjang untuk belajar mengaji dengan Engku Ebay dan disana dia bertemu Muluk yang di kemudian hari menjadi sahabat terbaiknya. Sebelum pergi meninggalkan Batipuh Padang mereka berdua mengikat janji . Hayati berjanji akan menunggu Zainuddin selama apapun itu dan berjanji tidak akan menikah dengan siapapun. Hayati memberikan sehelai selendangnya kepada Zainuddin. Zainuddin memegang janji itu dan mereka pun berpisah. Hanya surat demi surat yang menjadi penyambung rindu diantara keduanya.
Pada surat terakhir, mereka sepakat berjanji untuk bertemu di arena pacuan kuda. Hayati dijemput oleh Azizah sahabatnya. Di rumah Azizah inilah Hayati bertemu dengan Aziz yang tidak lain adalah kakaknya Azizah. Azizah menjemput hayati untuk melihat pacuan kuda. Sejatinya niat dia pergi melihat pacuan kuda adalah untuk berjumpa dengan Zainudin. Kebetulan pacuan kuda tersebut dilaksanakan di kota Padang Panjang.
Segunung rindu sudah lah penuh, tercerabut dari hati dan rasa terdalam. Zainuddin bahagia akan bertemu.
Terluka
Adat istiadat sudah memutuskan perasaan cinta diantara keduanya. Zainudin meskipun berdarah minang dari ayah namun budaya matrilineal membungkam kehendak cintanya. Sang ibu yang asli Makasar sudah menyebabkan statusnya tidak diakui ditambah lagi dengan status sosialnya yang bukan orang berada.
Zainuddin kalah bertarung dalam mendapatkan restu keluarga Hayati. Akhirnya Hayati menikah dengan Aziz kayak Azizah sahabat Hayati. Sebuah luka yang dalam, ditambah lagi dengan sebuah pernyataan dari Hayati bahwa keputusan menikah dengan Aziz adalah keputusan sadarnya dan tidak ada paksaan dari siapapun.
Kepedihan ini menumbuhkan luka yang sangat dalam, dua bulan Zainuddin terbaring sakit. Terbunuh cinta yang tertusuk cedera janji. Hikang dunia Zainuddin bahagianya direnggut oleh kenyataan bahwa Hayati telah menjadi istri orang lain.
Tersadarkan
Namun hidup harus terus berjalan, tidak bisa Zainuddin terpuruk terus seperti ini. Muluk sahabatnya mengingatkan bahwa dia tidak boleh terus seperti ini. Zainuddin harus bangkit.
“Berhentilah bersedih, tidak baik hidup yang mulia ini terkurung semata-mata hanya memikirkan perempuan. Engkau ini orang pintar mengapa harus hancur oleh perempuan. Dimana letak kehormatan yang ada pada seorang laki-laki”
Zainuddin tersadarkan oleh kata-kata sahabatnya. Cinta harus membangkitkan semangat bukan melemahkan hidup. Muluk menyemangati Zainuddin yang pandai menulis untuk mengembangkan bakatnya pada dunia tulisan.
Dunia Baru
Jakarta menjadi kota perantauan pertama Zainuddin untuk merubah hidup dan mengubur luka. Muluk ikut serta bersamanya. Zainuddin memperbaiki hidup dan jalan pikirannya. Maka pergilah Zainuddin ke tanah Jawa perjalanan yang ditempuh untuk menyembuhkan luka. Di Jakarta Zainuddin menjadi seorang penulis dan mendirikan perusahaan penerbitan koran.
Tulisan-tulisan Zainuddin semakin banyak dimuat di surat kabar. Tulisannya yang berjudul Teroesir yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah novel berhasil menembus oplah yang luar biasa banyak jumlahnya.
Setelah buku-bukunya dikenal luas, Zainuddin pindah kota lagi yaitu ke Surabaya. Dia dipercaya untuk mengelola sebuah perusahaan percetakan buku. Perusahaan penerbitan tersebut maju pesat di tangan Zainuddin. Zainuddin sudah menjadi penulis besar. Buku Teroesir akhirnya sampai ke tangan hayati dan dia pun membacanya.
Dunia Berputar , Nasib Siapa Yang Tahu
Sementara Zainuddin menemukan dunia barunya dan menjelma menjadi pengusaha percetakan buku yang kaya raya nun jauh di Padang Panjang sana Hayati mengarungi bahtera hidup rumah tangga bersama Aziz. Ternyata Aziz bukanlah sosok laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Dia seorang yang kasar, suka berjudi dan suka main perempuan. Berharap mendapatkan laki-laki kaya, bangsawan namun ternyata kekayaannya lenyap karena perilaku durjana.
Pertemuan Berujung Perpisahan
Aziz diberi kepercayaan untuk mengurus kantor perwakilan perusahaannya di Surabaya. Hayati dan Aziz pindah ke Surabaya. Mereka akhirnya bertemu saat Aziz mendapat undangan menghadiri opera lakon drama Teroesir yang diangkat dari buku karya gubahan Z yang tidak lain adalah Zainuddin.
Akhirnya hayati dan Aziz menumpang di rumah Zainuddin setelah Aziz bangkrut karena gaya hidupnya yang buruk dan tidak punya apa-apa. Aziz akhirnya meninggal. Meskipun tidak dijelaskan secara detail sebab kematiannya, tapi saya sih memperkirakan dia bunuh diri karena rasa malu dan putus asa. Sebelum kematiannya Aziz menulis surat yang berisi pernyataan menceraikan istrinya tersebut dan meminta Hayati kembali kepada Zainuddin. Hayati pun menjadi janda.
Zainuddin tidak pernah memberi kesempatan kepada Hayati untuk melanjutkan kisah cinta mereka berdua. Bagi Zainuddin hayati sudah mati. Hayati yang sekarang ada bersamanya adalah Hayati yang lain bukan Hayati yang dia cintai.
Ada satu kamar di dalam rumah Zainuddin yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun termasuk Hayati. Dan akhirnya Hayati bisa memasukinya dan Hayati kaget karena ternyata di dalam ruangan tersebut ada lukisan Hayati yang sangat besar dan bertuliskan “Permataku Jang Hilang”. Hayati pun menangis.
Di tengah kepiluannya, Hayati sebenarnya ingin menjadi bagian hidup Zainuddin akan tetapi Zainuddin tidak menerimanya kembali. Zainuddin sudah terlalu terluka dan kecewa. Zainuddin meminta Hayati kembali ke Padang untuk meneruskan hidupnya kembali. Mereka pun berpisah kembali. Zainuddin tidak mengantarkan Hayati ke pelabuhan karena dia harus ke Malang.
Perjalanan Menjemput Maut
Bang Muluk mengantarkan Hayati menuju pelabuhan Tanjung perak. Hayati menaiki kapal Van Der Wijck untuk melakukan perjalanan kembali pulang ke Padang. Sebuah perjalanan panjang dari pelabuhan Tanjung Perak Surabaya singgah di Tanjung Priok sebelum akhirnya menuju Padang.
Sampai akhirnya, kapal Van Der wijck tidak pernah sampai ke Padang karena di perjalanan kapal tersebut karam . Hayati sempat menulis surat menumpahkan segala keresahan yang dirasakannya terhadap Zainuddin. Hayati mengambil selembar foto Zainuddin untuk menemaninya selama perjalanan menuju Padang. Hayati kecewa karena Zainuddin tega mengembalikannya ke Padang.
Sebelum berpisah Hayati menitipkan surat kepada Muluk untuk diberikan kepada Zainuddin. Zainuddin menyesal melepas Hayati dan dia membaca surat Hayati. Dalam surat tersebut Hayati mengungkapkan keinginannya untuk berada disisi Zainuddin untuk menebus kesalahannya. Namun keinginan Hayati tidak bisa terlaksana. Hayati sangat sedih karena dendam Zainuddin terhadapnya menghalangi cinta mereka. Hayati yakin penolakan Zainuddin adalah hukuman untuk mereka berdua.
“Percayalah di dalam Jiwaku ada sebuah kekayaan yang engkau sangat perlu kepadanya tidak pernah aku berikan kepada siapapun termasuk kepada Aziz. Kekayaan itu adalah kekayaan cinta. Aku hanya ingin mendapatkan dua balasan. Balasan pertama adalah engkau bahagia dan balasan kedua adalah aku bisa hidup bersamamu selamanya.” (Hayati)
Hayati masih suci batin dan jiwanya belum pernah disentuh oleh siapapun. Hayati tenggelam bersama kapal yang karam. Zainuddin berlari bersama mobilnya mencari Hayati dan dia berhasil menemukannya. Akan tetapi kondisinya sudah mengkhawatirkan. meskipun dia berhasil diselamatkan sempat diberi perawatan di rumah sakit tapi nyawanya tidak terselamatkan. Hayati wafat.
“Laut rupanya tidak mengizinkan kita berpisah lagi.
Tapi Tuhan memisahkan mereka
Perpisahan yang menyesakkan.
Dan saya pun menyaksikan sambil menangis tersedu di akhir film 😭😭😭😭
Sisi Lain Film
Film Tenggelamnya Kapal van Der Wijck kental dengan latar belakang budaya minang. Alur cerita film yang berkisah tentang percintaan Hayati dan Zainuddin tak luput dari unsur budaya di dalamnya. Adat istiadat yang menjunjung norma dan adat tidak mengizinkan kisah percintaan ada di dalamnya. Ayah Zainuddin yang menikahi wanita Makasar menjadikannya terpencilkan dari masyarakat adat disana. Masyarakat Padang yang menganut konsep matrilineal tidak memandang Zainuddin sebagai orang yang berharkat martabat tinggi karena ibunya bukan orang Padang. Itulah salah satu alasan Lamaran Zainuddin ditolak oleh keluarga Hayati.
Ada satu yang mengganjal dalam benak saya saat melihat film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini. Di film ini Hayati tidak mencerminkan seorang wanita Minang. Hanya di awal-awal saja dia mengenakan kerudung. Hampir di sebagian besar bagian film Hayati tampil dengan baju dan rambut yang terbuka, berbeda jauh dengan Hayati yang ada di dalam buku karangan Hamka ini.
Setting dan waktu pembuatan film, serasa kita dibawa ke alam tahun 20 an. Produser dan sutradara berhasil membuat setting waktu dalam film hampir persis seperti apa yang tergambarkan dalam novel. Penggambaran zaman dahulu bisa terciptakan.
Kisah percintaan yang ada dalam film ini menurut saya sangat romantis penuh dengan kata-kata indah dan nilai sastra tinggi tapi sangat jauh dari kesan jorok dan murahan. Benar-benar kisah cinta berkelas dan masih dalam koridor sopan santun. Hanya di saat-saat Hayati melepas nyawanya, Zainuddin terlihat memeluk dan mencium Hayati penuh dengan kesedihan. Sebuah adegan yang mengharu biru.
Saya sungguh sangat terkesan dengan goresan pena surat terakhir Hayati kepada Zainuddin yang dia tulis saat dalam perjalanan menuju Padang di atas kapal Van Der Wijck sesaat sebelum kapal ini tenggelam. Sungguh sebuah surat yang begitu indah susunan kata-katanya.
Surat itulah yang membuat Zainuddin seperti orang gila menyusul Hayati ke pelabuhan. Namun untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, mereka harus terpisah oleh maut.
Nilai Yang Bisa Diambil Dari Film Tenggelam Kapal Van Der Wijck
Sisi positif yang bisa diambil dari kisah film Tenggelamnya Kapal van Der Wijck ini sungguh sangat memiliki makna baik untuk kehidupan.
Bangkit dan Semangat Menatap hidup
Zainuddin tidak lama terpuruk dalam kesedihan. Dua kali dia menanggung kesedihan yaitu saat ditinggal menikah dan ditinggal wafat oleh Hayati. Kesedihan yang diratapinya meskipun itu adalah rasa pedih yang dalam tidak lantas membuatnya sedih berkepanjangan. Dia mampu bangkit dari rasa sedih itu. Menjadikan dunia tulis menulis menjadi pelabuhan rasanya. Saat Hayati meninggalkannya dia membuat satu buku termasyhur yang berjudul Teroesir dan saat hayati meninggal dia membuat satu buku yang mengisahkan perasaan cintanya pada Hayati. Bagi Zainuddin, Hayati itu masih hidup dalam bukunya dalam tulisannya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
Kerja keras Menggapai Mimpi Dan Pantang Menyerah
Keberhasilan tidak dicapai dengan santai dan ongkang kaki. Zainuddin bekerja keras membesarkan usaha percetakan buku dan menulis cerita-cerita menggugah . Tekun dan rajin menulis menjauhkan diri dari rasa malas. Semua keberhasilannya adalah buah ketekunan dan kerja kerasnya selama ini.
Tidak mungkin ada investor yang percaya padanya untuk mengelola perusahaan penerbitan yang hampir kolaps di Surabaya jika dia tidak membangun kepercayaan orang lain pada dirinya.
Setia Memegang Janji
Zainuddin adalah sosok pemegang janji yang kukuh. Tak pernah tergoda untuk melabuhkan hatinya kepada orang lain meskipun dia dikhianati. Sebuah sikap yang sangat terpuji, jarang-jarang seorang laki-laki memiliki sifat seperti ini. Seluruh janjinya pada Hayati dia tepati dengan sepenuh hati dan keyakinan meskipun sakit dan membuat luka yang dalam.
Adat Yang Kuat
Adat istiadat yang masih dijunjung tinggi dalam budaya minangkabau. Film ini menggambarkan kehidupan budaya minang yang kuat baik saat masih di tanah minang maupun saat sudah merantau ke tanah Jawa. Meskipun karena adat istiadat jualah Zainuddin menanggung pedihnya cinta tak sampai. Menonton film ini hingga tuntas jadi teringat satu kisah cinta tak sampai antara Jeng Yah dan Soeraja dalam buku Gadis Kretek yang juga sudah ada serial Filmnya di Netflix
Detail Info Film:
Judul : Tenggelamnya Kapal van Der Wijck
Tanggal rilis : 19 Desember 2013 (Indonesia)
Sutradara : Sunil Soraya
Produser: Ram Soraya, Sunil Soraya
Produksi : Soraya Intercine Film
Skenario: Sonny Dhirgantoro, Imam Tantowi
Diadaptasi dari novel: Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Hamka
Bahasa: Indonesia, Minang, Makassar, Jawa